God and other things equal to it



Menyimak comment-comment manusia facebook di note adek saya Chandra, saya jadi ikut bertanya-tanya tentang Tuhan.

Susah-susah gampang memang mempertanyakan definisi Tuhan. Dengan apa kita menanyakannya? Karena pertanyaan pun sudah mendefinisikan. Kata tanya yang dimiliki manusia, semuanya berfungsi membatasi jawaban. Dengan membatasi jawaban paling tidak kita telah mendapat gambaran bahwa Tuhan bukanlah selain dari maksud kata tanya itu.

Tuhan itu apa? Berarti merujuk pada sesuatu/hal. Apa membatasi eksistensi. Tidak akan ada pertanyaan apa untuk sesuatu yang tidak pernah diketahui atau diimajinasikan manusia.

Tuhan itu siapa? Ini malah lebih jelas. Berarti Tuhan adalah person dan singkatnya memiliki personality atau karakter

Tuhan itu mengapa? Dalam pertanyaan ini berarti Tuhan adalah sebuah kausa (walaupun dari segi bahasa susah melogikakan pertanyaan ini)

Tuhan itu bagaimana? Bagaimana berfungsi utama menanyakan cara. Di sini Tuhan artinya sebuah proses atau kegiatan atau mungkin keadaan yang memerlukan jawaban deskriptif.

Tuhan itu kapan? Jelas, dengan pertanyaan ini, kita membatasi Tuhan adalah sebuah peristiwa

Tuhan itu di mana? God equals place. Ada yang bilang di surga, di atas sana, di jiwa ini (seperti kata Ebiet G Ade), di tiap benda (seperti yang diyakini agama-agama Timur).

Tuhan mungkin adalah topik perdebatan yang paling tua yang sampai sekarang masih diperdebatkan dan akan terus diperdebatkan. Bagi saya, perdebatan itu saja sedikit banyak sudah menjelaskan Tuhan. Hanya saja kita sedang mendefinisikan sesuatu yang dari awalnya kita anggap di luar manusia. Sang Maha. Untuk mendefinisikan maha, kita perlu sebuah maha konsep, maha kata, maha kalimat sehingga terbentuk the ultimate definition.

Sayangnya manusia hanyalah manusia, bukan maha tapi mere -belaka-, sehingga tak memiliki ke-maha-an yang lain. Dengan ukuran manusia, konsep manusia, kata manusia, kalimat manusia, yang relatif sekali itu, masing-masing kita mendefinisikan Sang Maha. Bayangkan saja anda harus meraba sesuatu yang luar biasa besar, tinggi, dan lebar (seperti sebuah pahatan di dinding raksasa). Yang bisa kita raba hanya sejangkauan kedua tangan kita.

Lalu bagi saya, jika semua hal dan eksistensi di semesta ini bermula dari titik kecil, bertumbuh, dan runtuh kembali ke titik terkecil, titik terkecil itu saya definisikan Tuhan.

0 comments:

Post a Comment